Pages

  • Home
  • Experience
Diberdayakan oleh Blogger.
facebook linkedin twitter youtube
Izzulhaq Al Ma'ruf
    • TELADAN
    • MOTIVASI
    • EXPERIENCE
    • BOOK
    • CORETAN
    Selamat Hari Raya Idul Adha!

    Tahun ini adalah tahun keduaku merayakan momen Idul Adha jauh dari keluarga di Nganjuk. Aku yang notabene “anak rumahan banget” harus merelakan momen setahun sekali ini dan merasakan momen yang berbeda di tempat perantauan.
    Momen Idul Adha tahun lalu, berjalan menuju tempat salat Eid bersama para volunteer
    Oh ya, saat ini aku sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta dan sejak tahun kemarin harus merayakan Idul Adha di beberapa daerah di Yogyakarta. Tahun lalu, aku bergabung menjadi volunteer di salah satu kegiatan pengabdian masyarakat yang diinisasi oleh keluarga mahasiswa FMIPA UGM dan kegiatannya diadakan di daerah Gunungkidul. Tahun ini, aku memaksakan diri kembali ke Yogyakarta (setelah sebelumnya study from home selama 4 bulan) untuk memeriksa motor yang sudah lama kutinggalkan di asrama, mengikuti webinar dari Tanoto Foundation dan membawa barang-barang yang sekiranya perlu aku bawa ke Nganjuk untuk kuliah semester depan.
    Momen Idul Adha tahun ini. Salat Eid di jalan menuju masjid sebagai langkah guna memberlakukan physical distancing

    Apa sih yang membedakan momen Idul Adha di rumah dan perantauan?
    Karena tahun lalu aku bergabung di kegiatan pengabdian, perbedaannya ada di agenda dan cakupan kebermanfaatannya. Momen Idul Adha di rumah membuatku hanya merayakannya bersama keluarga, sedangkan tahun lalu aku bisa merayakannya dengan teman-teman seperantauan dan masyarakat setempat dimana aku bisa menebarkan kebermanfaatan.
    Mengabdi untuk warga desa

    Sedangkan tahun ini, aku bisa merayakannya dengan warga sekitar asrama dan teman-teman satu jurusan yang masih bertahan di Yogyakarta.

    Tapi selain perayaan, momen Idul Adha di perantauan juga memberikan insight yang berbeda tentang “Apa yang bisa dimaknai dari hari besar ini”, apalagi tahun ini momen hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) bersamaan dengan merebaknya wabah Coronavirus. Secara garis besar makna ini aku dapatkan dari khutbah yang disampaikan selepas salat Eid bahwa selama ini aku hanya memandang kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang seringkali disampaikan saat khutbah selepas salat Eid hanya dari satu perspektif saja. Sejatinya kisah tersebut memberikan banyak sekali perspektif dan pesan yang mungkin setiap orang bisa memiliki masing-masing perspektif tersebut.
    Idul Adha tahun lalu, bermain dan belajar bersama anak-anak SD setempat

    Momen Idul Adha tahun lalu memberikan pesan tentang keikhlasan. Bagaimana ketika kita sebagai hamba Allah ikhlas terhadap apa yang kita lakukan, baik itu yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, Allah akan memberikan balasan yang lebih dari apa yang kita bayangkan. Kata “ikhlas” ini tidak main-main loh dan tidak cukup hanya diucapkan “aku ikhlas lahir batin”. Ada konsekuensi dari “ikhlas” ini bahwa kita melaksanakannya dengan semata-mata karena Allah, mengharapkan ridha dari-Nya. It’s absolutely hard but we have to try in every second of our life.   

    Momen Idul Adha tahun ini memberikan insight baru bahwa melalui hewan Qurban yang disembelih, kita juga harus belajar untuk meninggalkan sifat-sifat hayawaniyah yang mungkin selama ini tidak sadar kita miliki. Hewan hanya diberikan hawa nafsu saja berupa nafsu untuk mencari makan dan nafsu seksual untuk mempertahankan hidup dan tidak diberikan akal sehingga hewan tidak perlu berpikir nih apakah makanan ini halal atau haram. Nah kita sebagai manusia yang diberikan dua previlleges berupa hawa nafsu dan akal seharusnya tidak bertindak seperti hewan dong bahwa setiap tindakan yang kita lakukan harus dipikirkan terlebih dahulu, dapat diterima akal sehat dan tidak sekadar memenuhi hawa nafsu sahaja. Memang kita mau disamakan dengan hewan yang hanya mengedepankan hawa nafsu saja?

    Lastly, sejatinya jika momen Idul Adha benar-benar dapat dimaknai dengan benar dan diresapi dalam hati sanubari seharusnya tidak ada lagi tindakan bodoh nan dzalim yang dilakukan oleh manusia. Manusia melakukan tindak dzalim tersebut menandakan sifat hawaniyah di dalam dirinya masih belum hilang. Sifat yang hanya mengedepankan hawa nafsu, mementingkan diri sendiri dan merugikan orang lain. What should we do? Yuk kita maknai momen berharga yang hadirnya hanya setahun sekali untuk bermuhasabah diri apakah sifat hawaniyah dalam diri kita masih ada atau sudah berusaha kita hapus. Jika masih ada, mari berusaha kita hilangkan. JIka tidak ada, mari kita pastikan tidak muncul kembali.
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Total Pengunjung

    About Writer

    Photo Profile
    Izzulhaq Al Ma'ruf

    6th Semester Physics Student of Universitas Gadjah Mada, awarded as Most Outstanding Student of FMIPA UGM, who has interest in social science project and material physics. In Future, will be a material scientist and create a social science community for my hometown and nation. Read More







    Follow Us

    • facebook
    • twitter
    • bloglovin
    • youtube
    • pinterest
    • instagram

    Labels

    Artikel Beasiswa Coretan Esai Idul Adha Motivasi Muda Anjuk Ladang Pengalaman Resume Tanoto Teladan Tips dan Trik UGM

    recent posts

    Blog Archive

    • Agustus 2020 (1)
    • Juli 2020 (1)
    • April 2020 (1)
    • Juli 2019 (1)
    • Desember 2018 (2)
    • September 2017 (1)
    • Agustus 2017 (1)
    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top